JAMBI – Dalam kurun waktu delapan jam, jumlah kendaraan angkutan batubara yang melintasi Jalan Lingkar Selatan, Kota Jambi ada 3.560 unit.
Jumlah tersebut berdasarkan pantauan sejak Rabu (24/5) pukul 21.00 WIB hingga Kamis (25/5) pukul 04.10 WIB.
Tribunjambi.com melakukan pantauan arus truk angkutan batubara di Jalan Lingkar Selatan, wilayah Talang Bakung, Kota Jambi.
Truk yang melintas jumlahnya mengalami kenaikan, dalam kisaran 300-500 unit per jam. Namun, berat muatan truk (tonase) belum diketahui.
Tepat pukul 21.12 WIB, sebuah truk batubara mulai terlihat melintas. Satu menit berikutnya, sembilan truk menyusul.
Pukul 21.18 WIB, rombongan truk bermuatan batu bara mulai terlihat ramai, berpelat nomor polisi BH (Jambi).
Kurun satu jam kemudian, pukul 22.11 WIB, terjadi kemacetan arus lalu lintas di pertigaan belakang Bandara Sultan Thaha Jambi, menuju arah SPBU Talang Bakung.
Saat kemacetan terjadi, terlihat empat unit truk yang semula di barisan kemacetan di Jalan Lingkar Selatan (belakang bandara), keluar diri dari barisan. Sopir berbelok kiri, jalan aspal arah bandara melintasi wilayah Sri Kayangan.
Tercatat, jumlah truk batubara yang melintas dalam waktu sekira satu jam, dari pukul 21.12 WIB hingga 22.30 WIB ada 492 unit.
Kemacetan terjadi cukup lama. Hingga pukul 22.51 WIB, kemacetan kendaraan mulai terurai hingga arus lalu lintas lancar.
Pada pukul 23.03 WIB, arus mobil batu bara semakin malam semakin ramai. Tercatat jumlah mobil truk batu bara yang melintas sebanyak 765 unit.
Kemudian pukul 23.27 WIB, jumlah truk batubara yang melintas di Jalan Lingkar Selatan mencapai 1.015 unit.
Kamis (25/5) pukul 00.01 WIB, jumlah truk batubara yang melintas mengalami kenaikan sekira 300 unit, menjadi 1.321 unit.
Pantauan terus dilakukan hingga pukul 01.02 WIB. Hasilnya, arus truk batubara semakin ramai, menjadi 1.878 unit.
Pantauan terakhir pada Kamis (25/5) pukul 04.10 WIB,jumlah truk batubara yang melintas ada 3.560 unit.
Nasir, warga RT 15, Kelurahan Talang Bakung, mengatakan merasa terganggu, tidak nyaman. Selain itu jalan juga hancur, bergelombang, berisiko saat berkendara, bisa jatuh.
“Jadi banyak nian dampak buruknya. Belum lagi macet, jarak tempuh yang tadinya cepat jadi lambat, terus juga polusi udara. Apalagi kalau mereka ngebut, itu sangat membayangkan orang lain,” jelasnya.
Rata-rata pemilik batubara, kata Nasir, merupakan pengusaha yang lebih mementingkan bisnis daripada kesejahteraan masyarakat.
“Kami berharap, kalau bisa mobil batubara ini tidak lagi melintas di kota, walaupun melalui Jalan Lingkar Selatan. Karena memang dampaknya sangat buruk terhadap lingkungan sekitar,” pungkasnya.