SEKATOJAMBI.COM, KOTA JAMBI – Peredaran uang palsu kembali mencuat di Kota Jambi. Sejumlah pedagang kelontong di kawasan permukiman seperti Bagan Pete dan Alam Barajo melaporkan telah menjadi korban peredaran uang palsu, yang kini diduga dilakukan dengan modus yang lebih rapi dan menyasar waktu-waktu rawan seperti dini hari dan jam sibuk.
Kondisi ini memperkuat kekhawatiran lama yang pernah disampaikan oleh Bank Indonesia (BI) Provinsi Jambi. Dalam catatan resmi, BI menemukan 1.885 lembar uang palsu beredar sepanjang 2018, meningkat dari 1.493 lembar pada 2017.
Data itu menyebut pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 sebagai nominal yang paling sering dipalsukan—jenis pecahan yang kini juga ditemukan para pedagang kelontong di lapangan.
“Pelaku pemalsuan umumnya menargetkan pecahan besar karena lebih menguntungkan. Modus seperti ini cukup lazim,” kata A. Pandu Wirawan, yang menjabat Kepala Tim Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah BI Jambi, pada awal 2019 lalu.
Seperti diberitakan, kasus terbaru terjadi pada Kamis dini hari (18/9/2025), di toko milik Ali Harahap, pedagang kelontong di kawasan Bagan Pete, Alam Barajo.
Ia menyebut pelaku datang berpura-pura melakukan pengisian saldo dompet digital, lalu menyerahkan uang tunai yang sebagian palsu, diselipkan di antara lembaran asli.
“Dalam dua bulan ini, kalau dikumpulkan, hampir Rp1 juta uang palsu kami temukan. Umumnya terjadi saat toko ramai, jadi uang langsung masuk ke laci tanpa dicek,” kata Ali, Jumat (19/9/2025).
Beruntung, dalam aksi terakhir, penjaga toko sempat menerawang uang yang diberikan pelaku dan menyadari ketiadaan tanda air sebagai ciri keaslian. Pelaku sempat beralasan uang itu milik temannya, lalu kabur saat berpura-pura menelepon.
Kejadian serupa juga dialami Lia, pemilik toko di kawasan Alam Barajo, yang mengaku telah menemukan belasan lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu selama beberapa bulan terakhir. Adiknya, yang memiliki toko di Talang Banjar, mengalami kerugian serupa.
“Saat toko ramai, kami tak sempat teliti. Uang palsu ini benar-benar mirip. Kalau tidak diterawang, sulit bedakan,” ujar Lia.
Para pedagang kini meminta pihak berwajib segera melakukan razia dan pengawasan ketat untuk menekan peredaran uang palsu yang dinilai sudah meresahkan dan berpotensi membuat toko-toko kecil merugi besar.
Kapolsek Kota Baru Kompol Jimi Fernando membenarkan bahwa jajarannya telah menerima informasi mengenai peredaran uang palsu di kawasan Alam Barajo.
“Saat ini belum ada laporan resmi dari korban, namun kami tetap melakukan penyelidikan. Kami juga mendalami kemungkinan keterlibatan sindikat,” ujarnya.
Bank Indonesia sendiri sebelumnya telah menekankan pentingnya edukasi masyarakat untuk mengenali uang palsu dengan metode “Dilihat, Diraba, Diterawang” (3D).
Pada awal 2019 lalu, BI Jambi menyebut peningkatan laporan uang palsu pada tahun-tahun sebelumnya justru menandakan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam mengenali ciri-ciri uang asli.
Selain edukasi, BI juga terus mendorong penggunaan transaksi non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) sebagai strategi jangka panjang untuk meminimalkan peredaran uang palsu.
“Dengan transaksi non tunai, risiko menerima uang palsu bisa ditekan secara signifikan, sekaligus mendorong sistem pembayaran yang lebih aman dan efisien,” terang Pandu, awal 2019 lalu.