SEKATOJAMBI.COM, JAMBI – Gubernur Jambi Al Haris bersama Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani menghadiri Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jambi yang membahas Nota Pengantar Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026, Rabu (1/10/2025) pagi.
Sidang yang digelar di Ruang Utama DPRD Provinsi Jambi ini dipimpin Ketua DPRD M Hafiz Fattah dan turut dihadiri Sekretaris Daerah, para kepala OPD, serta tamu undangan.
Dalam penyampaiannya, Gubernur Al Haris menegaskan bahwa rancangan KUA-PPAS 2026 memuat arah kebijakan ekonomi makro, asumsi dasar penyusunan APBD, kebijakan pendapatan, belanja, pembiayaan, serta strategi pencapaiannya. Seluruh kerangka ini akan dibahas bersama DPRD sebelum disahkan menjadi RAPBD 2026.
“Tahun 2026 adalah tahun pertama pelaksanaan penuh RPJMD Provinsi Jambi 2025–2029. Karena itu, rancangan KUA-PPAS ini telah mengakomodasi program prioritas daerah, terutama Program Jaringan Majukan Jambi atau Pro-Jambi, yang kami yakini mampu memberikan manfaat langsung bagi masyarakat,” jelasnya.
Al Haris juga menyoroti kondisi ekonomi makro yang dijadikan dasar perhitungan dalam rancangan APBD 2026. Pemerintah Provinsi Jambi memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,8–5,4 persen, dengan tingkat inflasi tetap terkendali di 2,5 ± 1 persen.
“Pertumbuhan ekonomi Jambi diproyeksikan berada di kisaran 4,8 hingga 5,4 persen. Inflasi akan kami jaga di level 2,5 plus minus satu persen melalui langkah-langkah pengendalian bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah,” ungkapnya.
Untuk pendapatan daerah tahun 2026, Pemprov Jambi menargetkan sebesar Rp 3,61 triliun, turun sekitar 20,89 persen dibandingkan APBD murni 2025. Penurunan ini terjadi pada semua komponen, baik PAD, pendapatan transfer, maupun pendapatan sah lainnya.
“Meski target turun, kami akan terus berupaya meningkatkan PAD dengan strategi penguatan sistem perpajakan daerah. Penurunan target lebih pada penyesuaian akibat regulasi, terutama implementasi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah,” terangnya.
Sementara itu, kebijakan belanja daerah tahun 2026 dialokasikan sebesar Rp 3,68 triliun yang meliputi belanja operasional, belanja modal, belanja tidak terduga, dan belanja transfer. Separuh belanja operasional diarahkan untuk belanja pegawai yang bersifat wajib dan mengikat.
“Belanja daerah 2026 kami arahkan untuk mempercepat pembangunan, memenuhi mandatory spending, standar pelayanan minimal, serta mendukung kewenangan daerah sekaligus sasaran pembangunan nasional,” tambahnya.
APBD 2026 diproyeksikan mengalami defisit sebesar Rp 64,53 miliar. Namun, defisit tersebut akan ditutup melalui pembiayaan daerah dengan proyeksi penerimaan Rp 64,67 miliar dan pengeluaran Rp 147,10 juta.
“Defisit ini akan ditutup melalui pembiayaan daerah dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas,” pungkasnya.