SEKATOJAMBI.COM, KOTA JAMBI – Persoalan pedagang dan kemacetan di Pasar Talang Banjar, Kota Jambi, hingga kini tak kunjung tuntas.
Setelah dilakukan penertiban besar-besaran pedagang yang berjualan di sepanjang ruas jalan Orang Kayo Pingai, tepatnya di depan pasar rakyat itu, kemacetan kembali terjadi.
Pedagang kembali berjualan di luar pasar, di bahu jalan. Kondisi ini diperparah dengan adanya pengerjaan proyek jalan dua jalur di kawasan ini. Kemacetan menjadi pemandangan utama.
Sebelumnya, Ani pedagang sayur yang sudah berjualan sejak 2002, mengatakan pasar yang dulu ramai kini sepi pembeli.
“Kalau mau ramai, pasar harus bersih dan tidak berbau. Sekarang mau parkir saja susah karena pedagang di luar makin banyak,” katanya.
Sementara Anas, pedagang ayam potong, menilai kondisi semrawut ini akibat kurang tegasnya penataan sejak awal.
“Dari awal pemerintah tidak tegas, jadi sekarang kacau begini. Kami yang di dalam malah rugi,” ujarnya.
Kondisi Pasar Talang Banjar juga mendapat sorotan dari DPRD Kota Jambi. Ketua Komisi II DPRD Kota Jambi, Djokas Siburian, menyebut semrawutnya pasar tersebut menjadi bukti lemahnya tata kelola dan pengawasan.
“Sejak awal kami sudah mengingatkan agar pengelolaan pasar rakyat dilakukan secara profesional,” tegas Djokas.
DPRD meminta Pemkot segera melakukan penataan ulang manajemen pasar rakyat, termasuk menentukan mana yang dikelola langsung oleh Disperindag dan mana yang bisa diserahkan ke pihak ketiga seperti BUMD Siginjai Sakti.
“Kami akan panggil OPD terkait untuk menjelaskan kondisi ini. Perwakilan pedagang juga perlu dilibatkan agar solusi yang diambil sesuai kondisi lapangan,” katanya.
Pakar ekonomi Jambi, Prof. Haryadi, dimintai komentarnya, mengatakan, kawasan Pasar Talang Banjar, Kota Jambi, yang dinilai sebagai sumber utama kesemrawutan lalu lintas. Ia menegaskan bahwa masalah kronis ini tidak bisa dibiarkan berlarut dan menuntut adanya ketegasan serta kemauan politik (political will) penuh dari Walikota Jambi untuk mengambil langkah penataan yang konkret.
Guru besar Fakultas Ekonomi Unja ini mengakui bahwa keberadaan PKL di pinggir jalan memberikan kemudahan akses bagi konsumen. Namun, ia menekankan dampak negatifnya jauh lebih besar.
“Di satu sisi memang akses konsumen lebih gampang, tapi di sisi lain ini dari sisi lalu lintas juga jadi carut-marut,” tegas Prof. Haryadi.
Ia memaparkan tiga masalah utama yang ditimbulkan oleh PKL di area tersebut seperti menurunkan kapasitas jalan secara signifikan, menambah parah kemacetan lalu lintas, serta mengganggu hak dan kenyamanan pejalan kaki.
Menurutnya, solusi atas kesemrawutan ini bukanlah pembiaran, melainkan pengelolaan yang baik dan terstruktur dari pemerintah kota. Haryadi mendesak Pemkot Jambi untuk menyediakan wadah yang representatif bagi para pedagang.
“Harus ada wadah atau media di dalam itu yang nyaman, yang konsumen juga bisa masuk ke dalam, akses ke dalamnya itu lebih mudah,” jelasnya.
“Jadi ada pasar kering, pasar basahnya yang betul-betul representatif, ” sambungnya.
Dikatakan Haryadi, masalah ini tidak akan pernah tuntas jika Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi hanya mengandalkan penertiban yang bersifat “musiman”. Dalam artian perlunya ketegasan Walikota dan sebuah kebijakan menyeluruh yang mengikat, seperti Peraturan Daerah (Perda), untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Penertiban sering sifatnya musiman. Kadang-kadang iya ada ditertibkan, kadang-kadang enggak. Ini kan diperlukan ketegasan. Artinya memang ada aturan yang menggariskan,” tegas Prof. Hariadi.
Ia mengkritik pola penegakan aturan yang tidak konsisten, yang membuat PKL kembali berjualan di pinggir jalan setelah razia selesai. “Kalau sehari razia, tapi seminggu dibiarkan, ya mereka akan pasang balik lagi,” ujarnya
Dalam analisanya, beberapa alasan mendasar mengapa PKL enggan masuk ke dalam gedung pasar yang telah disediakan. Seperti faktor ekonomi, banyak PKL tidak mampu membayar sewa di dalam pasar.
“Omzet mereka kan tak besar, keuntungan juga tidak besar. Kalau mereka merasa diberatkan dengan sewa, mereka memilih, ‘Ah, lebih baiklah di pinggir jalan saja’,” jelasnya
Disamping itu, Faktor krusial lainnya adalah kondisi pasar di dalam yang tidak representatif. Revitalisasi dinilai belum berhasil membuat konsumen dan pedagang nyaman.
Terpisah, pengamat ekonomi Jambi Dr. Noviardi Ferzi menyatakan kondisi Pasar Talang Banjar saat ini menunjukkan ketidakteraturan tata kelola yang nyata. Banyak lapak di dalam pasar kosong, sementara Pedagang Kaki Lima (PKL) memilih berjualan di luar, tepatnya di pinggir jalan raya.
Akibatnya, kemacetan dan kesemrawutan tak terhindarkan di kawasan sekitar. Situasi ini jelas mengindikasikan lemahnya pengawasan dan sistem pengelolaan pasar yang belum profesional
Pemerintah Kota Jambi memang telah berupaya mengambil tindakan, mulai dari memberikan batas waktu bagi PKL untuk pindah ke dalam pasar hingga melakukan penertiban dan pembongkaran paksa lapak di pinggir jalan.
“Langkah penertiban ini, harus didukung oleh Pemerintah Provinsi Jambi, karena penting untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan publik serta menata kota agar lebih rapi.
Namun, penertiban semata tidak akan cukup dan hanya bersifat sementara, sebab PKL akan kembali lagi jika tidak ada solusi yang permanen, “sebutnya.
Masih kata Noviardi, diperlukan solusi jangka panjang, seperti pembangunan trotoar, penataan area pedagang di dalam pasar agar lebih menarik dan aman, serta sistem pengelolaan yang melibatkan pedagang. Upaya-upaya ini sangat krusial agar PKL terdorong memilih berjualan di kios yang disediakan tanpa mengganggu ruang publik.
“Oleh karena itu, Walikota harus mengambil ketegasan yang jelas dan tegas. Pertama, melaksanakan penertiban secara konsisten, termasuk pembongkaran paksa jika PKL tetap bandel berjualan di pinggir jalan, “sebutnya.
Lalu, merapikan dan menata ulang Pasar Talang Banjar secara menyeluruh sehingga kios yang disediakan menjadi menarik, aman, dan memiliki fasilitas yang memadai bagi pedagang.
Akademisi STIE Jambi ini berpandangan agar Walikota juga wajib menekankan pentingnya sinergi yang kuat antara seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), serta unsur TNI/Polri.
“Sinergi ini dibutuhkan untuk memastikan penertiban dan pengawasan pasar serta PKL berjalan ketat dan terhindar dari kekacauan seperti yang terjadi saat ini, ” sebutnya.


























