SEKATOJAMBI.COM, JAMBI – Keluarga pasien kecelakaan atas nama Muhammad Bayu Prasetyo (17) melaporkan Rumah Sakit (RS) Erni Medika ke Polda Jambi.
Laporan atas dugaan kelalaian serius dan tindakan yang dinilai tidak sesuai prosedur medis ini disampaikan oleh kuasa hukum keluarga korban, Tengku Ardiansyah, pada Rabu (21/5/2025) malam bahwa pihak rumah sakit meminta uang operasi sebesar Rp30 juta secara tunai, namun kenyataannya, korban tidak pernah dioperasi hingga akhirnya meninggal dunia.
Ia mengungkapkan bahwa peristiwa ini bermula ketika Bayu mengalami kecelakaan di Sarolangun pada 5 Mei 2025 malam dan dirujuk ke RS Erni Medika setelah penanganan awal di Puskesmas Butang Baru.
Dalam kondisi darurat, keluarga menuruti arahan petugas puskesmas yang menyatakan bahwa hanya RS Erni Medika yang dapat menangani korban kecelakaan.
“Nah, kata si sopir dan perawat ini, karena korban kecelakaan, jadi RS yang bisa menangani cuman RS Erni Medika,” katanya.
Setelah tiba di RS Erni Medika pukul 01.30 WIB, korban langsung dibawa ke ruang ICU. Beberapa jam kemudian, keluarga dipanggil oleh seseorang bernama Jon, yang mengaku sebagai pemilik rumah sakit, dan menyampaikan bahwa korban harus segera dioperasi dengan biaya Rp30 juta.
“Pihak RS Erni Medika mendesak, uang itu harus sudah tersedia paling lambat pukul 17.00 WIB, 6 Mei 2025. Ya apapun dilakukan oleh keluarga, uang itu akhirnya dapat,” katanya.
Pada malam harinya, korban dibawa ke ruang operasi pukul 19.00 WIB dan keluar tiga jam kemudian. Namun, setelah operasi selesai, keluarga mendapat kabar mengejutkan dari dokter bedah saraf yang menangani langsung korban.
“Selama berada di ruang operasi, korban hanya dilakukan penanganan perbaikan jahitan dan luka di bagian wajah, dan hanya diberikan obat saraf,” tambahnya.
Fakta itu kemudian diperkuat oleh dokter lain, yakni dr. Andri, yang mengeluarkan surat kematian dan juga menyebut bahwa korban tidak menjalani operasi seperti yang dijanjikan.
“Jadi, dokter saraf menyatakan korban tidak dilakukan operasi, hanya ada perbaikan perban dan luka di wajah. Dan ini juga dinyatakan oleh Dokter Andri, yang mengeluarkan surat kematian, dia sebut bahwa memang korban tidak dilakukan operasi,” katanya.
Setelah 5 hari dirawat di ICU, korban akhirnya meninggal dunia pada Minggu, 11 Mei 2025 pukul 10.03 WIB.
Keluarga merasa tidak hanya kehilangan anaknya, tetapi juga merasa ditipu oleh pihak rumah sakit.
Ulil Fadilah, ibu korban, menyatakan bahwa dokter yang menangani anaknya mengakui bahwa operasi tidak dilakukan karena anaknya tidak sadar.
“Waktu itu dokter bedah saraf bilang, ‘anak ibu gak jadi operasi buk, itu karena anak ibuk sedang tidak sadar’ besoknya saya nanya ke pihak rumah sakit, mau ketemu dokternya, tapi tidak bisa,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa setelah kematian anaknya, ia baru mengetahui dari dokter yang mengeluarkan surat kematian bahwa tidak ada bekas operasi sedikit pun di tubuh anaknya.
“Dokter yang tanda tangan surat kematian anak saya bilang, ‘buk anak ibu ini tidak ada dioperasi, tidak ada tanda lubang serambutpun, tidak ada bagian kepala yang dijait dan diperban’ nah, kita tahunya dari situ,” katanya.
“Yang kita laporkan saat ini dugaan mal praktik dan kelalaian yang menyebabkan kematian. Kalau dugaan penipuan, kita juga sedang diskusikan bersama tim,” katanya.
Sementara itu, Ketua BPRS Jambi, dr. R. Deden Sucahyana mengatakan, pihaknya juga telah memanggil RS Erni Medika dan menyoroti fasilitas rumah sakit yang ternyata tidak memenuhi standar sebagai penangan trauma berat.
“Rumah sakit Erni, itu tipe D bukan tipe C, sedikit di atas puskesmas lah, fungsinya perawatan,” jelasnya.