SEKATOJAMBI.COM, MUARO JAMBI – Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi resmi menetapkan status siaga kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), menyusul meningkatnya potensi kebakaran di wilayah yang dikenal sebagai salah satu kantong lahan gambut terbesar di Provinsi Jambi.
Status ini diumumkan langsung oleh Bupati Muaro Jambi, Bambang Bayu Suseno (BBS), saat memimpin Apel Siaga Karhutla di lapangan Kantor Bupati, Kamis (8/5/2025). Dalam apel tersebut, hadir lengkap jajaran Forkopimda, Kapolres, Wakil Bupati Junaidi H Mahir, Sekda Budhi Hartono, serta stakeholder lintas sektor.
“Potensi kebakaran ini harus diantisipasi sedini mungkin. Butuh langkah nyata dan keterlibatan semua pihak,” tegas BBS di hadapan pasukan siaga.
Muaro Jambi memiliki fakta geografis yang tak bisa diabaikan: sekitar 70 persen wilayahnya merupakan lahan gambut, yang sangat mudah terbakar saat musim kemarau. Bahkan, 40 persen dari total lahan gambut Provinsi Jambi berada di kabupaten ini.
Fakta ini menjadikan Muaro Jambi sebagai daerah dengan tingkat kerawanan Karhutla yang sangat tinggi. Oleh karena itu, BBS menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan early warning system di semua titik rawan.
“Evaluasi peralatan, patroli rutin, penyuluhan kepada masyarakat, hingga inspeksi sumber air harus jadi rutinitas. Jangan tunggu api membesar baru kita bertindak,” ujarnya.
Dalam sambutannya, BBS juga menyinggung pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, TNI/Polri, dunia usaha, hingga masyarakat akar rumput.
“Karhutla bukan hanya urusan pemerintah. Ini soal tanggung jawab bersama. Jangan ada perusahaan yang lepas tangan jika kebakaran terjadi di sekitar konsesinya.”
Ia juga memerintahkan agar dilakukan pengecekan ulang seluruh peralatan pemadam, termasuk mesin, selang, dan titik-titik sumber air, sebagai bentuk kesiapan maksimal menghadapi puncak musim kemarau.
– Patroli rutin di wilayah rawan Karhutla
– Penyuluhan dan edukasi ke masyarakat desa
– Penguatan koordinasi antar instansi dan perusahaan
– Cek ulang peralatan dan armada pemadam
– Inventarisasi personel dan sumber daya air
Meski siaga telah ditetapkan, tantangan tetap berat. Masih ditemukan masyarakat yang membuka lahan dengan cara dibakar, minimnya titik pantau digital di area pedalaman, serta keterbatasan sarana pemadaman di beberapa kecamatan.
Dengan status siaga ini, pemerintah berharap kesiapsiagaan bukan sekadar simbolik, tapi bergerak nyata di lapangan. Sebab, satu titik api yang luput bisa berubah jadi bencana ekologis yang mahal.
“Musim kemarau bukan cuma soal panas, tapi soal bagaimana kita menjaga nyala api agar tak berubah jadi bencana,” pungkas BBS. (*)