SEKATOJAMBI.COM, MUARO JAMBI – Praktik ketidakwajaran dalam proses pengadaan barang dan jasa diduga terjadi di lingkup Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Unit Layanan Pengadaan (ULP) setempat kini menjadi sorotan tajam publik dan pegiat anti-korupsi terkait indikasi mekanisme “satu pintu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, muncul dugaan kuat bahwa pelaksanaan lelang tidak berjalan sesuai mekanisme persaingan sehat yang diamanatkan undang-undang.
Sejumlah paket pekerjaan yang seharusnya melalui proses tender terbuka, disinyalir diarahkan melalui mekanisme Penunjukan Langsung (PL) atau dikondisikan agar hanya bisa dimenangkan oleh pihak tertentu yang telah mendapat “restu” ULP, tanpa melibatkan verifikasi objektif dari instansi teknis terkait.
Jika dugaan praktik “satu pintu” ini terbukti, hal tersebut jelas melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 beserta perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam regulasi tersebut, metode Penunjukan Langsung memiliki batasan ketat. Metode ini hanya diperbolehkan untuk
Paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai paling banyak Rp 200 juta.
Jasa konsultansi dengan nilai paling banyak Rp 100 juta.
Kondisi khusus (seperti penanganan darurat, barang spesifik/hak paten, atau kerahasiaan negara).
Apabila paket proyek bernilai miliaran rupiah dipecah-pecah (mekanisme splitting) untuk menghindari tender, atau pemenang lelang sudah dikunci sejak awal oleh ULP tanpa transparansi, maka hal ini masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Sejumlah kontraktor lokal mengeluhkan sulitnya menembus “tembok tebal” birokrasi di ULP Muaro Jambi. “Percuma ikut menawar, pemenangnya seperti sudah ada namanya di kantong pejabat. Ini bukan lelang, tapi arisan tertutup,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya demi keamanan.
Praktik ini dikhawatirkan menyuburkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Ketika kewenangan menumpuk di satu pintu tanpa pengawasan dari instansi lain (seperti Inspektorat atau dinas terkait), kualitas pekerjaan di lapangan seringkali menjadi korban karena kontraktor “titipan” merasa aman dari sanksi.
“Menanggapi isu yang meresahkan ini, publik mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kejaksaan Negeri Muaro Jambi maupun Kepolisian, untuk segera turun tangan. Audit forensik terhadap data elektronik di LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) perlu dilakukan untuk melihat jejak digital intervensi dalam proses lelang.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kepala ULP Muaro Jambi Anjar lewat WhatsApp belum memberikan jawaban, atau konfirmasi resmi terkait tudingan miring dominasi “satu pintu”. (Sekatojambi.com/Novalino)

























