SEKATOJAMBI.COM, KOTA JAMBI – Puluhan pelajar SLTP sederajat se-Kota Jambi antusias mengikuti workshop bertema “Museum di Hatiku, Lestari Budayaku” yang digelar oleh Museum Siginjai pada Rabu (13/8) yang berlangsung di ruang Introduction Museum Siginjei. Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap museum sekaligus mengenalkan kekayaan budaya batik khas Jambi.
Workshop ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Hj. Ida Mariyanti, S.P., Owner Batik Rindani, dan Efirosa, seorang pengrajin batik berpengalaman. Mereka membagikan pengetahuan dan keterampilan membatik kepada peserta, sekaligus menanamkan rasa bangga terhadap warisan budaya lokal.
Krisviorini selaku panitia sekaligus edukator workshop, menjelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan workshop yaitu untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap museum dan mengajarkan masyarakat untuk mengapresiasi museum. “Agar kita menjadikan museum tempat belajar, tempat menimba ilmu, dan tempat penelitian,” ujarnya.
Sementara itu, Hj. Ida Mariyanti, S.P. berharap workshop ini tidak berhenti pada pengenalan semata, tetapi mampu menumbuhkan kecintaan terhadap budaya. “Harapan kita bahwa workshop ini bukan hanya sekadar pengenalan saja, tetapi menanamkan cinta dalam suatu budaya, khususnya budaya Indonesia. Mendetailnya, khususnya budaya Jambi yaitu membatik, karena batik ini adalah salah satu nafasnya budaya Jambi, khususnya pengrajin batik di Kota Seberang Jambi dan seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Jambi. Batik Jambi merupakan batik yang paling baik di luar Pulau Jawa,” ungkapnya.
Efirosa, narasumber lainnya, mengupas perbedaan antara batik tulis dan batik cap. Menurutnya, batik cap lebih cepat proses pembuatannya, namun memerlukan peralatan yang relatif lebih mahal. Sebaliknya, batik tulis dikerjakan secara manual dan detail, membutuhkan waktu lebih lama, tetapi nilai jualnya lebih tinggi karena proses yang rumit. “Batik cap biasanya lebih murah, sedangkan batik tulis memiliki nilai jual yang lebih tinggi karena pengerjaannya yang teliti dan memakan waktu,” jelasnya.
Kegiatan ini tidak hanya memberikan wawasan tentang teknik membatik, tetapi juga mengajak pelajar untuk menghargai peran museum sebagai pusat pembelajaran budaya. Melalui kolaborasi edukator, pengrajin, dan generasi muda, diharapkan batik dan museum Jambi dapat terus hidup dan dikenal luas oleh masyarakat, sekaligus menjadi kebanggaan daerah yang diwariskan kepada generasi mendatang. (*)