MUARASABAK – Terkenal sebagai wilayah yang memiliki perkebunan kelapa yang cukup luas dengan kualitas terbaik di Provinsi Jambi, membuat Kabupaten Tanjab Timur mampu mengekspor jutaan buah kelapa tiap bulannya, baik untuk pengiriman lokal dalam dan luar Provinsi, bahkan hingga luar negeri.
Sebelum di ekspor, buah kelapa itu harus di kupas terlebih dahulu untuk memisahkan antara sabut dan tempurung bulatnya.
Akibat itu, disetiap perkebunan kelapa banyak ditemukan tumpukan sabut buah dengan nama latin Cocos Nucifera yang hanya menjadi limbah perkebunan saja.
Mensiasati agar tumpukan sabut kelapa yang banyak dijumpai di Kabupaten Tanjab Timur yang selama ini dianggap hanya sebagai limbah perkebunan, bisa di rubah menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis, membuat beberapa orang masyarakat Desa Sungai Tering, Kecamatan Nipah Panjang, menggagas suatu ide brilian.
Melalui BUMDes setempat, mereka mengola sabut kelapa itu menjadi cocofiber dan cocopeat. Diaman, untuk Cocofiber dapat diolah menjadi tali dan lain sebagainya, sedangkan cocopeat bisa menjadi media tanam dalam usaha pembibitan (nursery).
Halal Mursalin, selaku Direktur BUMDes Sungai Tering Jaya, saat diwawancarai menjelaskan, saat ini lokasi pengolahan sabut kelapa sudah mulai berjalan.
Di mana sudah tersedia mesin pencacah, penyaring cocofiber, mesin pres dan mesin genset.
Akan tetapi, untuk ketersediaan peralatan penunjang seperti mesin dan lain sebagainya, masih bekerja sama dengan pihak ketiga, yang didatangkan dari Pekanbaru.
“Lokasi pengolahan sabut kelapa ini, awal mula beroperasinya tahun 2022. Karena masih bekerjasama dengan pihak ketiga, jadi nanti sistim pendapatanya dengan cara bagi hasil,” jelasnya.
Untuk bahan baku, mereka memperoleh sabut kelapa itu dari perkebunan kelapa yang banyak ditemukan di wilayah Nipah Panjang, dengan sistem pembelian, dan harga yang standar, sesuai kesepakatan dengan pemilik kebun.
“Biasanya kalau jumlah sabut kelapa di kebun mereka banyak, petani itu sendiri yang mengantar ke kami. Tapi kadang kami juga nyari sendiri, atau istilahnya jemput bola,” ujarnya.
Lokasi pengolahan sabut kelapa itu sendiri telah melakukan uji coba produksi cocofiber dan cocopeat.
Akan tetapi, saat ini mereka masih terbentur dengan sistem pemasaran hasil olahan tersebut.
“Wacana awalnya, untuk cocopeat ini, kami dari pihak BUMDes mau ada kesepakatan dengan pihak WKS, yang difasilitasi atau dijembatani oleh pihak Dinas terkait di Pemkab Tanjab Timur, untuk pengurusan kontraknya, dan saat ini masih berjalan prosesnya. Sedangkan untuk cocofiber, akan di ekspor ke Lampung,” ungkap Halal.
Dirinya juga menuturkan, hasil olahan sabut kelapa ini juga telah melewati uji laboratorium. Bahkan, uji lab tersebut juga sudah dilakukan di Jakarta, dan hasilnya pun telah sesuai dengan harapan.
“Saat ini kami tinggal menunggu permintaan pasar, kualitasnya seperti apa,” singkatnya.
Untuk saat ini, dalam satu hari, lokasi pengolahan itu mampu mengolah sekitar satu ton sabut kelapa untuk dijadikan cocopeat dan cocofiber.
Tetapi saat ini mereka masih tersendat oleh dana produksi dan dana operasional untuk lima pekerja pengolahan sabut kelapa tersebut.
“Selain itu, faktor cuaca juga menjadi salah satu penentu untuk produksi kami. Soalnya cocofiber ini kalau sudah diproduksi, harus di jemur dulu baru dimasukkan ke dalam mesin pres,” pungkasnya.
Tim Redaksi