SEKATOJAMBI.COM, JAMBI – Aliran uang dalam kasus suap ketok palu untuk terdakwa Suliyanti, mantan anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019, mulai terungkap. Itu diketahui dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Rabu (27/8/2025).
Fakta tersebut muncul dari keterangan sejumlah saksi. Dari lima saksi yang dihadirkan, yang semuanya merupakan terpidana maupun mantan terpidana, yakni Zainal Abidin (Demokrat), Efendi Hatta (Demokrat), Nurhayati (Demokrat), Arahmat Eka Putra (PKS), dan Sopian Ali (PKB), beberapa mengakui menerima uang suap ketok palu. Ada yang menerima secara penuh tiga kali, ada pula yang hanya menerima dua kali.
Sopian Ali, Ketua Fraksi PKB sekaligus anggota Komisi IV saat itu, mengaku hanya menerima dua kali pada 2017. Ia menolak pada 2018 dengan alasan perbedaan pendapat.
Selain itu, ia menyebut pernah diingatkan langsung oleh salah satu tim KPK yang datang ke Jambi setelah dirinya menerima uang pada 2017. “Saya tahu melalui telepon. Ini titipan dari Pak Gubernur Rp 100 juta, saya terima di awal tahun Rp 100 juta. Semuanya Rp 200 juta di tahun 2017. Yang 2018 saya menolak, karena berbeda pendapat. Uang saya tolak di rumah,” katanya.
Sementara itu, saksi Nurhayati mengaku menyalurkan uang suap ketok palu kepada terdakwa Suliyanti. Uang tersebut diserahkan di rumahnya. “Kami telepon (terdakwa Suliyanti). Buk ini ada titipan kue untuk ibu,” ujarnya.
Nurhayati menjelaskan, uang itu berasal dari Zainal Abidin dalam dua amplop terpisah di awal 2017, masing-masing berisi Rp100 juta untuk dirinya dan Suliyanti. Ia juga mengaku menerima sogokan kedua di tahun yang sama dari orang berbeda. “Menerima dari Pak Kusnidar Rp 200 juta, saya serahkan ke Buk Suliyanti Rp 100 juta,” ungkapnya.
Pengakuan ini turut diperkuat Zainal Abidin (Demokrat), anggota Komisi III saat itu. Ia membenarkan pernah menitipkan uang tersebut, yang merupakan titipan mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola. “Saya menerima sudah dipisahkan, saya yang memberikan kepada Nurhayati untuk Suliyanti,” jelasnya.
Di luar persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Hidayat, menegaskan istilah “kue” yang digunakan para saksi adalah bahasa halus untuk uang suap ketok palu. “Itu bahasa istilah, yang nyatanya uang berisi amplop. Sebenarnya mereka sudah paham,” jelasnya.
Hidayat menambahkan, sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan 5 sampai 7 saksi lainnya pada 2 September 2025 mendatang. (*)