SEKATOJAMBI.COM, JAMBI – Gubernur Jambi Al Haris memberikan tanggapan soal surat Perkumpulan Hijau kepada Pimpinan Komisi XII DPR terkait adanya lubang bekas tambang Batu Bara yang tak direklamasi.
Al Haris menyatakan selaku pemerintah daerah kewenangan reklamasi tak berada di Pemprov, melainkan ada pada Kementerian ESDM (pusat) yakni terdapat inspektur tambang di daerah.
“Kewenangan ada di pusat (Kementerian ESDM) Kan di daerah ada inspektur tambang, tinggal dia (inspektur tambang) yang melaporkan,” sebutnya.
Dijelaskan Al Haris, kewenangan pusat pada Kementerian ESDM ini besar bisa hingga menutup tambang jika menyalahi aturan.
“Jika petambang tak patuh maka inspektur tambang bisa melaporkan ke kementerian dan bisa ditutup,” akunya.
Al Haris menyatakan karena pihak Pemprov tak berwenang maka tidak menerima laporan soal reklamasi ini. Namun, Haris menghimbau semua pihak hendaknya menciptakan iklim investasi yang baik di Jambi.
“Bukan kewenangan di Pemprov, dan Silakan saja media (media massa) cek ke lapangan agar lebih valid apa memang tak ada reklamasi. Yang penting juga saya imbau hendaknya semua menciptakan iklim investasi yang baik di daerah,” ucapnya.
Selain itu, dijelaskan Haris termasuk kewenangan tambang Batu Bara di luar wilayah Izin Usah Pertambangan (IUP) juga merupakan kewenangan pusat.
“Saya ini sebagai Gubernur hanya pembantu pusat,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan Hijau Jambi Feri Irawan menyatakan pihaknya telah bersurat secara resmi pada 3 Maret lalu dan telah diterima pimpinan Komisi XII. Bahkan Feri mendapatkan informasi komisi XII berencana segera mengumpulkan pengusaha batu bara Jambi bersama Pemda.
“Iya kita nantikan aksi Komisi XII dan Pemda ini terkait poin reklamasi surat kami. Insyaallah ada action secepatnya dari Komisi XII karena surat sudah sampai. Memang harus ditata ulang dari hulu sampai Hilir aktivitas penambangan batu bara ini,” katanya.
Ia mengakui pihaknya menuntut moratorium (penangguhan sementara) seperti penghentian selama 6 bulan aktivitas penambangan. Agar ditata ulang soal reklamasi, pola pengangkutan, transportasi, pengelolaan dan lainnya.
“Karena kita harus berbicara soal lingkungan Jambi kedepannya,” ucapnya.
Feri mengungkapkan dalam surat kepada pimpinan komisi XII itu terdapat empat poin tuntutan. Yakni, pertama, Melakukan investigasi lapangan dan meminta pertanggung jawaban dari perusahaan tambang yang diduga tidak melakukan reklamasi terhadap lobang – lobang tambang pasca aktifitas penambangan khususnya terhadap WIUP di wilayah Provinsi Jambi.
Lalu, Kedua, mendesak pemerintah dan instansi terkait untuk memperketat pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran–pelanggaran di sektor pertambangan khususnya di wilayah Jambi secara transparan dan melibatkan para pihak.
Selanjutnya, Ketiga, Memastikan pemulihan lingkungan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Lalu, Keempat, Mendesak Pemerintah untuk moratorium aktifitas penambangan sampai dengan perbaikan tata kelola usaha penambangan batu bara di lakukan, dan penyelesaian jalan khusus batu bara telah di selesaikan.
Feri mengungkapkan Perkumpulan Hijau menemukan berbagai macam pelanggaran yang terjadi pada kegiatan hulu penambangan batu bara.
“Catatan kami dari 126 Perusahaan Pemegang IUP Batu bara hanya 3 Perusahaan yang telah melakukan Reklamasi pasca penambangan Batu bara tersebut sisanya wilayah bekas tambang tersebut di biarkan menganga begitu saja, Bahkan telah menelan korban yang tenggelam di dalam lobang tambang tersebut,” tandasnya.