SEKATOJAMBI.COM, JAMBI – Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jambi Amsyarnedi Asnawi menyatakan bahwa, vonis dua tahun yang dijatuhi Hakim Pengadilan Negeri Jambi kepada terdakwa pencabulan terhadap anak Rizki Apriyanto alias Yanto sangat miris.
Asnawi mengatakan bahwa, vonis Hakim seharusnya berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, yang vonis minimalnya adalah lima tahun penjara.
“Sangat miris, kalau ini berulang, yang kasihan anak-anak. Di mana, kasus yang naik ke pengadilan justru vonisnya ringan dan ini tidak adil,” katanya.
Menurutnya dalam kasus ini sudah sangat jelas bahwa, pelaku adalah orang dewasa dan melakukan pelecehan terhadap anak di bawah umur. Dan kasusnya sudah sangat spesifik, sehingga tidak ada alasan tidak menerapkan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Terkait hal ini, LPAI Jambi akan menyurati Kejari Jambi, agar melakukan banding, dan mendorong pelaku dihukum maksimal.
“Hari Senin (7/7/2025) kita akan surati Kejari. Dan jika tidak ada tanggapan, kita akan bersurat ke KPAI Ousqt, ke Kak Seto,” jelasnya.
Asnawai mengaku akan tegak lurus dalam memperjuangkan keadilan bagi korban, dan tidak bisa diintervensi dalam bentuk apapun.
Sementara itu, IM selaku orang tua korban mengatakan, sejak peristiwa pencabulan yang dialami anaknya di November 2024 itu, psikologis anaknya tidak stabil dan tidak terkontrol. Emosi anaknya kerap meledak-ledak, meski hanya persoalan kecil.
“Kami juga takut, apa-apa dia sekarang gampang marah. Cuman ada salah dikit saja, bapaknya, saya dia marahi, dan marahnya bukan marah anak-anak, benar-benar tidak terkontrol,” kata IM, saat diwawancarai awak media, Sabtu (5/7/2025) sore.
Bahkan, saat ini anaknya sudah tidak masuk sekolah. Pasca kejadian itu, luka yang dialaminya semakin dalam, ketika teman-temannya melakukan aksi perundungan.
Korban kerap diejek dengan narasi “cabul” oleh beberapa teman di sekolahnya. Mirisnya, aksi IM yang selalu vokal pada setiap persidangan, dan viral di media sosial justru menjadi bahan perundungan oleh teman-teman korban.
Nama ibunya kerap diolok-olok, sejak kasus ini berjalan. Kondisi ini, diduga kuat membuat mental dan emosi korban tidak terkontrol.
Dia memilih untuk tidak masuk sekolah, akibat harus berhadapan dengan orang-orang menbully dirinya.
“Anak saya dibully, diejek ‘cabul-cabul’, itu yang membuat saya sangat sedih dan terpukul. Sekarang, emosi anak saya gak terkontrol, apalagi nama saya juga kerap diolok-olok,” katanya.
IM mengaku Hakim tak menggubris perjuanngannya. Namun IM tak menyerah, dia terus mencari ruang untuk mendorong keadilan bagi anaknya.
Baginya, vonis dua tahun yang dijatuhkan hakim tidak manusiawi. Dia berharap, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan banding, dan menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku.
“Saya cuman memperjuangkan keadilan anak saya. Saya sangat kecewa sama vonis hakim, bagaimana kalau itu terjadi pada keluarganya,” kata IM.
Diketahui kasus ini bermula, Rizki Apriyanto alias Yanto dilaporkan atas kasus pelecehan terhadap korban laki-laki MAQ (13).
Saat itu, korban sedang berjalan kaki ketika pulang sekolah, tepatnya pukul 14.30 WIB. Setelah berjalan beberapa menit, atau mendekati rumahnya, pelaku tiba-tiba muncul dengan mobil Hinda Jaz warna merah.
Pelaku kemudian berhenti di samping korban. Saat itu, pelaku pura-pura menanyakan alamat kepada korban.
Tanpa rasa curiga, korban menunjukkan alamat yang dimaksud oleh pelaku.
Korban kemudian diajak korban masuk ke dalam mobil. Namun, keanehan mulai terjadi ketika korban sudah masuk ke dalam mobil. Saat itu, pelaku meminta korban menonton film dewasa yang diputar dari Handphone pelaku.
Tak berselang lama, pelaku mematikan HPnya, kemudian melakukan kekerasan dengan menampar korban.
Korban sempat melakukan perlawanan, namun ia takut, ketika pelaku seolah mengambil senjata dari dalam laci mobilnya.
Mendapati korban tak berdaya, pelaku kemudian menjalankan aksi pelecehan seksual. (*)