SEKATOJAMBI.COM, JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik membuka suara terkait transaksi janggal dana kampanye.

Idham mengatakan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur perihal sumbangan dana kampanye peserta pemilu.

Dirinya memperingati setiap pelanggaran terkait sumbangan dana kampanye berpotensi dikenai sanksi pidana.

“Siapa pun peserta pemilu yang melampaui penerimaan uang batasan sumbangan dana kampanye, itu akan terkena tidak pidana,” ujarnya, Senin (18/12/2023).

UU Pemilu telah memerinci aturan dana kampanye bagi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) maupun calon anggota legislatif (caleg) peserta pemilu.

Sumbangan dana kampanye capres-cawapres dari perseorangan maksimal Rp 2,5 miliar. Sementara, sumbangan dana kampanye dari kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah paling banyak Rp 25 miliar.

Sementara, dana kampanye calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dapat bersumber dari partai politik, caleg yang bersangkutan, dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.

Jika terdapat pelanggaran diatur dalam Pasal 526 dan 527 UU Pemilu dengan ancaman hukuman paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Menurut Idham, aliran dana kampanye ini terekam dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK).

“Kalau sekiranya terjadi dugaan kuat pelanggaran aturan dan kaitannya kan tidak hanya kami, tapi juga Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), akan melakukan penegakan hukum,” ujarnya.

Idham pun menyebut, pihaknya telah menerima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai dugaan transaksi mencurigakan terkait kepentingan kampanye Pemilu 2024.

Namun, dalam laporannya kepada KPU, PPATK tak memerinci, apakah dugaan transaksi mencurigakan yang mereka temukan berasal dari RKDK atau rekening partai politik.