SEKATOJAMBI.COM, MUARO JAMBI – Penolakan terhadap rencana pembangunan stockpile batu bara PT SAS di kawasan Aur Duri 1, Kecamatan Jambi Luar Kota, Muaro Jambi terus berlangsung.
Warga RT 20 yang tinggal di daerah setempat secara tegas menyatakan keberatan atas aktivitas perusahaan yang disebut telah berjalan sejak 2023 meski belum memiliki izin resmi.
Tokoh masyarakat sekaligus Ketua RT 20, M. Fauzi (54), menyatakan bahwa sejak awal 2024 warga mulai menyuarakan penolakan secara besar.
“Kami kirim surat ke Gubernur, Wali Kota, Bupati, DPR, bahkan sampai ke Kementerian. Intinya kami menolak pembangunan stockpile yang sangat dekat dengan permukiman,” ujarnya, Sabtu (21/6/2025).
Penolakan warga dilandasi kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan kesehatan. Debu batu bara yang ditimbulkan dinilai berbahaya, terutama bagi anak-anak dan lansia.
Selain itu, lokasi pembangunan berada di kawasan permukiman yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Itu bukan zona industri. Ini pemukiman. Kami menolak karena khawatir dengan masa depan generasi kami,” tegasnya.
Meski perusahaan mengklaim telah melakukan sosialisasi, warga menyatakan kegiatan tersebut dilakukan tanpa pendampingan dari pemerintah.
Bahkan, saat warga melakukan aksi demo, area tersebut sempat diberi garis polisi police line sebagai tanda larangan beraktivitas. Namun, saat ini, aktivitas pembangunan kembali berjalan.
“Sosialisasinya hanya dari perusahaan, tidak ada pendampingan dari pihak berwenang. Kami tolak di tempat. Bahkan dulu sempat diblokir karena demo warga menjelang Pilgub,” jelasnya.
Ditambahkan warga Mendalo Darat, Anwar (26) bahwa aktivitas pembangunan kini semakin intens. Mulai dari pengerasan jalan, penimbunan lahan, hingga perataan menggunakan alat berat.
Ia khawatir akan ada pembangunan terowongan bawah tanah yang berpotensi menggusur rumah-rumah warga.
“Bagaimana bisa dibangun terowongan? Ini daerah permukiman. Mau tidak mau akan gusur rumah di atasnya,” katanya.
Warga lainnya, berinisial R (27), menambahkan bahwa lokasi stockpile sangat dekat dengan rumah warga, bahkan hanya sejengkal dari tembok belakang rumah.
“Kami tinggal di Villa Akbar, hanya sekira 50 meter dari lokasi. Ini sangat mengganggu,” ujarnya.