SEKATOJAMBI.COM, MERANGIN – Seorang guru yang juga menjabat sebagai Kepala Madrasah di Kecamatan Jangkat Timur, Kabupaten Merangin mencabuli 19 siswinya sejak tahun 2023.
Modus oknum guru mencabuli puluhan siswinya itu diungkapkan salah satu orangtua korban.
“Jadi, modusnya itu korban dia suruh menghapus papan tulis, mengoreksi tugas. Saat itulah dia meraba bagian-bagian sensitif para korban,” kata J, salah satu orangtua korban, Kamis (6/11/2025).
Terduga pelaku pencabulan, Sabardin kerap meminta murid laki-laki pulang duluan sementara siswi di tahan di dalam kelas.
“Dia meminta siswa cowok pulang duluan, nah, kalau keterangan korban, mereka cuman diajak nonton video di TikTok, YouTube di meja dia, tapi belum jelas video apa yang ditonton,” ujarnya.
Awal mula terbongkarnya kelakuan mesum oknum guru sekaligus kepala madrasah ini terungkap saat dua korban pulang dari sekolah sambil menangis.
Kejadian pencabulan itu lantas diceritakan ke orangtua. Ternyata sejumlah siswi lainnya juga mengaku dicabuli oknum kepala madrasah.
“Ada korban nangis ke orangtuanya, bilang ‘jangan marah ya’, terus dijawab orangtuanya ‘gak akan marah, ada apa’, barulah dia cerita bahwa ada guru yang kanji (cabul),” katanya.
Korban kemudian saling menyebut nama siapa saja yang pernah mengalami kejadian serupa.
J mengaku anaknya juga pernah mengadu menjadi korban pada tahun 2024 sebanyak dua kali, namun saat itu dirinya tidak menanggapi karena sosok terduga pelaku dikenal berpenampilan agamis.
“Dulu, lama sekali anak saya memang pernah ngadu, ada guru kanji (cabul), tapi gak terlalu saya tanggapin, karena pelaku ini tampangnya baik sekali,” ujarnya.
Saat ini, 6 korban telah melapor ke Polres Merangin. Sementara beberapa korban lain belum melapor karena memiliki hubungan keluarga dengan terduga pelaku.
Terkiat laporan pencabulan di Polres Merangin, orangtua korban menilai pihak kepolisian lamban menanggapi laporan. J mengatakan dirinya dan sejumlah korban lain belum mendapatkan kejelasan setelah melapor pada 12 Oktober 2025.
“Kami sudah datangi ke Polres, beberapa hari setelah laporan itu, tetapi belum ada keterangan atau kejelasan. Saya juga sudah hubungi melalui HP, tapi tidak pernah respons,” katanya.
J menyebut laporan tersebut ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Merangin.
“Saya telepon PPAnya gak diangkat, saya WhatsApp dan tanya ‘gimana perkembangannya pak’, tidak dibalas. Akhirnya kami ini kayak pengemis minta kebenaran di kepolisian itu, kayak pengemis untuk cari keadilan,” ujarnya.
J mengatakan, awalnya pihak PPA meminta korban menunggu 2×24 jam untuk mendapatkan tembusan administrasi laporan. Namun, masih tidak ada perkembangan.
“Akhirnya hari ke-empat dan lima, saya langsung ke Bangko, nanyakan langsung ke Kapolres, nah saya langsung bawa korban, kemudian disuruh nunggu satu minggu lagi. Tidak ada kabar juga, kami dan korban lainnya turun lagi ke Polres,” katanya.
Hingga kini, laporan tersebut belum menunjukkan progres pemeriksaan terhadap terduga pelaku.


























