Menurut Arief Wicaksana, sangat disayangkan civitas akademi baru bergerak menyikapi persoalan isu-isu Pemilu curang hingga pemakzulan terhadap Presiden RI, seharusnya mahasiswa yang etis untuk bergerak sebagai of chage of sosial control.

“Menurut saya ini terkesan lucu, kenapa baru sekarang baru bersuara, akhirnya kita bertanya, kenapa pada tahun 2017 lalu tidak disuarakan saja. Karna mengingat jelang pencoblosan tinggal beberapa hari”, ujar Arief Wicaksana.

Sementara Menurut Yudo Mahendro kedewasaan demokrasi bisa dilakukan dengan menanamkan semangat persatuan, untuk menghindari konflik yang dapat merugikan jalannya Pemilu. 

“Pemilu 2024 bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga momentum untuk membuktikan kedewasaan dan kematangan demokrasi di Indonesia,” pungkas Yudo Mahendro.

Ia juga mengingatkan, ancaman polarisasi sosial akan semakin potensial ketika praktik politisasi SARA, ujaran kebencian, dan hoaks bertebaran di tengah masyarakat. Tentu saja praktik semacam itu tidak hanya membahayakan demokrasi di Indonesia, tapi juga mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa.

“Untuk itu, dibutuhkan kedewasaan Demokrasi dalam mengatasinya. Instrumen ini penting dalam capaian kesuksesan demokrasi di suatu negara. Salah satu indikatornya adalah terselenggaranya Pemilu yang jujur, aman, damai, dan berkualitas,” tuturnya.

“Akhir-akhir ini, kita menyaksikan lembaga kampus ditarik-tarik kepada kepentingan Politik pragmatis dalam ajang Pemilu 2024, beberapa kampus melalui beberapa Dosen dan Guru Besar yang merupakan bagian dari civitas akademik bersuara terkait isu-isu Pemilu curang hingga pemakzulan terhadap Presiden RI”, papar Zaki selaku Ketua Umum FIMC dalam sambutannya.

Kemudian lanjut Zaki, melihat hal ini sungguh tidaklah lazim, dan lebih kepada bentuk design sistematis dan terkoordinir, dengan memanfaatkan dosen tertentu di kampus-kampus tersebut.

“Seharusnya, wilayah kampus tetap konsisten menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dan menjauhkan diri dari kepentingan Politik pragmatis yang bersifat sesat serta berpreferensi Politis, dengan cara-cara agitatif memanfaatkan nama besar kampus itu sendiri”, pungkas Zaki.