SEKATOJAMBI.COM, BATANGHARI – Beras SPHP, simbol kehadiran negara dalam menjaga stabilitas harga dan akses pangan, kini menghilang dari pasar-pasar rakyat Batanghari. Sudah hampir tiga bulan sejak stok terakhir dikirim pada Maret 2025, tak ada lagi distribusi lanjutan.

Di balik rak-rak kosong di toko beras, publik mulai bertanya: ke mana beras subsidi itu pergi? Mengapa tidak ada kejelasan distribusi baru? Dan apakah pemerintah benar-benar menghentikan program ini tanpa pengumuman resmi?

“Kami terakhir terima pasokan saat menjelang Ramadan. Setelah itu, tidak ada lagi,” ujar Abdul Latif, Analis Ketahanan Pangan Dinas PPP Batanghari, Jumat (23/5/2025).

Meski beberapa kantong masih ditemukan di pasar, namun itu hanya sisa stok lama. Bulog sebagai mitra distribusi, hingga hari ini juga belum mendapat instruksi baru dari pemerintah pusat.

“Kami tidak tahu pasti apakah program ini dihentikan. Masih menunggu arahan pusat,” tambah Latif.

Ironisnya, tidak ada rilis resmi, tidak ada surat pemberitahuan, tidak ada penjelasan transparan. Warga dibiarkan menebak-nebak di tengah gejolak harga pangan dan tekanan inflasi rumah tangga.

Beras SPHP yang selama ini dijual di bawah harga pasar—dan menjadi penyangga bagi masyarakat ekonomi rentan—bisa jadi telah dihentikan secara diam-diam. Jika benar, ini bukan hanya masalah logistik. Ini adalah sinyal lemahnya komunikasi publik dan perencanaan ketahanan pangan oleh pemerintah.

Ketika negara memilih diam saat warganya mencari beras murah, kita sedang menyaksikan retaknya janji konstitusional tentang hak atas pangan yang adil dan terjangkau. SPHP bukan sekadar beras, ia adalah kepercayaan. Dan ketika beras itu tak lagi datang, kepercayaan itu pun mulai retak.(*)