Perkara lingkungan hidup memiliki karakteristik yang kompleks, dan sarat akan pembuktian ilmiah. Untuk itu, dibutuhkan langkah dan pengetahuan tertentu di depan hakim yang mengadilinya.Selain itu, dinamika hukum lingkungan juga bergerak begitu cepat. Acapkali perubahan di sektor lingkungan dan kehutanan itu sifatnya paradigmatis, hingga perubahan yang mendasar.
“Sehingga kadang-kadang mesti dicari dan akan dikaitkan dengan pakai dasar hukum yang mana, artikulasinya apa, kenapa terjadi seperti ini. Oleh karena itu, pada berbagai persoalan hukum, meski saya bukan ahli, bukan sekolah dari ilmu hukum, tetapi selalu sering meminta untuk dicoba cari eksaminasi hukumnya benar atau tidak, mungkin terminologi saya salah tetapi maksud saya coba digali, dieksplor lagi,” ujar Menteri LHK Siti Nurbaya saat beraudiensi dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin di Jakarta, Senin (13/2).
Atas tanggungjawab untuk memastikan penegakan hukum lingkungan dapat berjalan dengan baik di Indonesia, sejak tahun 2011 Mahkamah Agung telah membentuk suatu sistem sertifikasi hakim lingkungan hidup, agar perkara lingkungan dapat ditangani oleh hakim yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang mumpuni.Terkait hal tersebut, Menteri Siti dan Ketua MA Syarifuddin memiliki pandangan yang sama untuk kembali melaksanakan sertifikasi hakim lingkungan. Pendidikan dan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan ini penting untuk meningkatkan efektivitas penanganan perkara lingkungan hidup, dalam memenuhi rasa keadilan.
Selain sertifikasi, kedua belah pihak juga menilai para hakim perlu difasilitasi upadate perkembangan tentang lingkungan secara berkala. Tujuannya, agar para hakim paham dan dapat mengikuti permasalahan lingkungan terkini.Langkah sertifikasi hakim lingkungan kira-kira dibutuhkan sekitar 80 personil per tahun. Untuk operasional law enforcement sangat dibutuhkan jumlah hakim lingkungan yang cukup.“Kami sudah merancang dengan model workshop mungkin dibagi beberapa angkatan, misalnya satu angkatan 200 atau 300 orang, bisa hybrid, jadi bisa bersama ada disitu dan bisa juga sambil online,” kata Menteri Siti.
Sebelum, melakukan workshop dalam serial misalnya 5 atau 6 angkatan, disepakati untuk dilakukan workshop dulu di tingkat pusat atas prakarsa bersama KLHK, MA dan LSM dalam hal ini diusulkan ICEL. Adapun bahasannya yaitu menyangkut tematik baru yang cukup dinamis terkait perubahan iklim seperti NDC. Selain itu ada persoalan ekonomi karbon yang memerlukan pemahaman serta guidance dari aspek hukumnya.
“Pemerintah juga kini tengah gencar soal FOLU Net Sink 2030, artinya pemerintah sekarang bertekad bahwa pada tahun 2030 kegiatan di sektor lahan dan hutan sudah tidak boleh seperti sekarang, jadi aturan dan law enforcement nya ketat. Selain itu, ada green economy, blue economy, dan zero emissions. Di sisi lain, pencemaran, kerusakan lingkungan, limbah, dan sampah, kaitannya dengan ekonomi sirkular,” tutur Menteri Siti.
Pada kesempatan tersebut, Ketua MA Syarifuddin, mengungkapkan pihaknya menyambut baik penyelenggaraan workshop untuk hakim lingkungan lanjutan, sehubungan dengan perkembangan terkini yang perlu diketahui juga oleh para hakim. Hingga saat ini, 1.417 hakim alumni sertifikasi lingkungan hidup tersebar di lembaga peradilan seluruh Indonesia.
“Jumlah yang cukup banyak, namun mengingat sudah berjalan cukup lama, sehingga bisa saja sekarang ada yang menjadi Hakim Agung atau Hakim tinggi sehingga para hakim di tingkat pertama ini kita data berapa yang diperlukan untuk mengikuti sertifikasi hakim lingkungan,” kata Syarifuddin.
Pada pertemuan ini, mengemuka gagasan untuk perlunya forum komunikasi hakim yang didukung oleh semacam pokja lingkungan antara MA, bersama KLHK, dan akademisi juga NGOs. Untuk kerja sama lebih lanjut, akan disusun MOU antara Sekretariat Jenderal KLHK dan Sekretariat Mahkamah Agung.
Tim Redaksi