SEKATOJAMBI.COM, JAMBI – Setelah hampir kehilangan nyawa akibat serangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Intan Jaya, Papua, Asep Saputra kini membangun kembali kehidupannya di Kota Jambi.
Dulu, Asep bekerja sebagai tukang bakso keliling di Intan Jaya. Namun, tragedi terjadi pada Ramadan 2021 ketika ia tiba-tiba diserang oleh anggota KKB menggunakan senjata tajam. Serangan itu hampir merenggut nyawanya.
“Waktu itu saya sedang bersiap untuk berjualan. Tiba-tiba saya diserang. Tidak ada yang berani menolong karena mereka KKB,” kenangnya dengan tatapan nanar.
Asep mengalami luka serius dan harus dirawat selama beberapa bulan. Ketika kondisinya belum sepenuhnya pulih, cobaan kembali menghampirinya. Istrinya, yang selalu merawatnya, meninggal dunia, meninggalkan Asep dalam kesedihan mendalam.
Kondisi inilah yang membuatnya memutuskan untuk meninggalkan Papua dan merantau ke Jambi tiga tahun lalu. Namun, kehidupannya di Jambi tidaklah mudah.
Bertahan di Jambi dengan Pekerjaan Serabutan
Di Jambi, Asep mencoba berbagai pekerjaan, mulai dari membuka cucian motor hingga menjadi montir panggilan. Namun, kondisi kesehatannya yang belum pulih sepenuhnya membuatnya tidak bisa melakukan pekerjaan berat.
“Saya sudah tidak bisa bekerja berat lagi dan sering sakit. Jadi, kalau badan sehat baru saya ambil pekerjaan,” ujar Asep.
Asep tidak mematok harga untuk jasanya. Suatu kali, ia memperbaiki beberapa alat elektronik di rumah seorang warga dari siang hingga malam, tetapi hanya diberi upah Rp15 ribu.
“Pernah waktu itu diberi upah Rp15 ribu, padahal kerjanya seharian,” katanya sambil tertawa kecil.
Meskipun penghasilan yang diterimanya sering kali kecil, Asep tetap bersyukur.
“Kita syukuri saja. Buktinya masih bisa makan,” tambahnya dengan logat Papua yang kental.
Mengabdikan Diri di Langgar Ar-Rahman
Di luar pekerjaannya, Asep mengabdikan diri sebagai imam di Langgar Ar-Rahman di Kelurahan Kenali Asam, Kecamatan Kota Baru, Jambi.
Selain menjadi imam, ia juga mengajarkan anak-anak mengaji tanpa memungut biaya.
“Kita itu disuruh untuk belajar dan mengajarkan Al-Qur’an, bukan mencari uang dari Al-Qur’an,” tegasnya.
Rindu Tanah Papua
Asep lahir di Jawa dan merupakan bagian dari program transmigrasi ke Papua pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Bersama keluarganya, ia merintis kehidupan baru di tanah Cenderawasih.
Kini, meskipun sempat bertekad tidak ingin kembali ke Papua karena trauma, Asep mengaku mulai merasakan rindu terhadap tanah kelahirannya dan orang tua yang masih tinggal di sana.
“Awal dulu saya tidak ingin kembali ke Papua, rasanya sakit sekali. Tapi sekarang ada rasa rindu, terutama kepada orang tua yang masih di sana,” tuturnya menutup percakapan.
Tim Redaksi