Sekatojambi.com (Jakarta) Indonesia disebut sebagai negara super power di bidang penanggulangan perubahan iklim. Demikian disampaikan oleh Alok Sharma, President Designate untuk the 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) ketika mengadakan pertemuan virtual dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya pada Selasa (23/3). Pertemuan ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Inggris sebagai tuan rumah COP26 untuk merangkul negara-negara pihak dalam rangka menyukseskan acara yang akan berlangsung pada 1-12 November 2021 tersebut.
Pertemuan tersebut membahas beberapa hal terkait dengan COP26 dan langkah-langkah pengendalian perubahan iklim yang telah dilakukan kedua negara antara lain terkait dengan: (1) Kemitraan antara Inggris dan Indonesia; (2) Ambisi dalam penanggulangan perubahan iklim; (3) Adaptasi perubahan iklim; dan (4) Kolaborasi Inggris-Indonesia alam persiapan menuju COP26.
Pada kesempatan tersebut Menteri Siti mengapresiasi kerja sama yang telah lama terjalin antara Inggris dan Indonesia antara lain dalam pengembangan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam kerangka Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT). Indonesia juga mengapresiasi tawaran Inggris melalui program Investment in Nature and Forests (INAFOR) dalam kerangka nature-based solutions untuk mendukung dan menjaga kesuksesan Indonesia dalam menurunkan emisi dari deforestasi dan lahan gambut.
Selanjutnya Menteri Siti menjelaskan persiapan Indonesia menuju COP26. “Hingga saat ini Indonesia telah menyerahkan beberapa dokumen ke United Nations Framework on Climate Change Conference (UNFCCC) yang disusun dari serangkaian pertemuan nasional yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait serta aktor non pemerintah pusat (non-state actors)”, jelas Menteri Siti. Sampai saat ini Indonesia telah melakukan submisi 8 dokumen mulai dari yang terkait dengan adaptasi hingga pembiayaan solusi berbasis alam. Selajutnya Indonesia berharap akan dapat melakukan submisi Nationally Determined Contribution (NDC) yang kedua dan Long Term Strategy (LTS) pada April tahun ini.
Menteri LHK menegaskan bahwa dalam NDC yang kedua (updated) Indonesia tetap mempertahankan target awal yang telah ambisius sebagaimana tercantum dalam NDC pertama, yaitu pengurangan emisi 29% dengan upaya sendiri dan dapat meningkat hingga 41% dengan dukungan internasional, dibandingkan dengan scenario Business As Usual (BAU) pada 2030. “Namun demikian, dengan dukungan internasional, kami memiliki skenario yang lebih ambisius melalui Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP)”, lanjut Menteri Siti. Pada 2030, Indonesia akan mendekati pada kondisi sebagai penyerap karbon netto di sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan (FOLU). “Kami juga berencana untuk mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap hingga 60% pada tahun 2050 serta akan bergerak maju menuju kondisi tanpa emisi netto pada tahun 2070”, tegas Menteri Siti.
Updated NDC memperbarui informasi tentang Visi Pemerintah dan Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia serta menjabarkan dan merinci strategi implementasi tentang adaptasi serta peningkatan transparansi. Updated NDC juga menambah subjek baru dan penguatan komitmen dengn memasukkan laut, lahan basah (mangrove dan lahan gambut) serta Kawasan permukiman manusia (dalam skenario adaptasi). Lebih lanjut, Indonesia akan melakukan rehabilitasi dan penanaman mangrove seluas 600 ribu hektar selama 2021-2024. Sedangkan di bidang energi, Indoensia berencana untuk menerapkan teknologi Carbon Captured Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCS/CCUS), menerapkan energi terbarukan dan bioenergi. “Jadi, dukungan internasional, termasuk dari sektor swasta atau bisnis, akan memainkan peran penting untuk pencapaian skenario ambisius kita, khususnya di bidang energi”, demikian Menteri Siti.
Pihak Inggris sangat terkesan dengan paparan dari Menteri LHK dan menyatakan bahwa kolaborasi dengan Indonesia merupakan salah satu elemen terpenting keberhasilan Inggris sebagai tuan rumah COP-26 mengingat Indonesia adalah negara super power di bidang perubahan iklim. Untuk itu Pemerintah Inggris sangat berharap bahwa kolaborasi dengan Indonesia yang antara lain dilakukan melalui inisiatif kepemimpinan Bersama dalam kerangka dialog terkait dengan Forestry, Agriculture and Commodity Trade (FACT) yang saat ini ditangani oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin. Sebagai tindak lanjut, akan dilaksanakan peembahasan-pembahasan yang bersifat lebih teknis.
Pada kesempatan tersebut Alok Sharma didampingi oleh Lord Zac Goldsmith (Minister for Pacific and the Environment at the Foreign, Commonwealth and Development Office [FCDO] and the Department for Environment, Food and Rural Affairs [DEFRA]), Duta Besar Inggris di Jakarta, Atase Iklim Inggris di Jakarta, Senior Policy and Programme Adviser FCDO Kedubes Inggris di Jakarta, dan Climate Policy Manager Kedubes Inggris di Jakarta. Sementara itu, Menteri Siti Nurbaya didampingi oleh Wamen LHK Alue Dohong, Dirjen PPI, Kepala BLI, Staf Ahli Menteri Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Tenaga Ahli Menteri Bidang Kebijakan Pengembangan Jaringan KLN dan Kepala Bagian Kerja Sama Multilateral, Biro Kerja Sama Luar Negeri. (******)
Tim Redaksi