SEKATOJAMBI.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Mahfudz, menyatakan dukungannya dalam kegiatan workshop jurnalis bertema Menguatkan Peran Media dalam Mendukung Agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yang disekenggarakan pada 16-17 Mei 2025 di Jakarta dan Bogor. Dalam dukungannya, Mahfudz menegaskan bahwa Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan salah satu pilar utama dalam upaya Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk menghadapi krisis iklim global.
“Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 bukan sekadar program kehutanan, melainkan agenda strategis nasional yang menjadi kontributor terbesar terhadap target penurunan emisi Indonesia dalam kerangka Nationally Determined Contribution (NDC),” kata Mahfudz di hadapan puluhan jurnalis dari berbagai media nasional.
Mahfudz menjelaskan bahwa Indonesia menargetkan untuk mencapai kondisi net sink di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (Forestry and Other Land Use – FOLU) paling lambat tahun 2030. Artinya, sektor ini akan mampu menyerap lebih banyak emisi karbon dibandingkan dengan emisi yang dilepaskan, dengan target penurunan emisi mencapai -140 juta ton CO₂e pada tahun 2030.
Untuk mencapai target ambisius tersebut, pemerintah telah menetapkan empat strategi utama: pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, peningkatan tata kelola hutan lestari, perlindungan dan restorasi ekosistem gambut, serta rehabilitasi hutan dan peningkatan tutupan lahan.
“Sektor FOLU menyumbang hampir 60% potensi penurunan emisi di Indonesia. Ini menjadikannya sebagai tulang punggung pencapaian target NDC nasional kita,” ujar Mahfudz. Ia juga menambahkan bahwa target NDC Indonesia adalah penurunan emisi sebesar 31,89% secara mandiri dan 43,2% dengan dukungan internasional pada tahun 2030, dan sektor FOLU memegang peran paling signifikan dalam komitmen tersebut.
Namun, Mahfudz tidak menutup mata terhadap tantangan besar yang dihadapi. Ia menyebut bahwa untuk menjalankan seluruh rencana aksi FOLU Net Sink hingga 2030, Indonesia membutuhkan investasi yang tidak sedikit, yakni diperkirakan mencapai USD 14 miliar. Dana tersebut diperlukan untuk mendukung restorasi ekosistem, peningkatan kapasitas kelembagaan, teknologi pengukuran karbon, hingga pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
“Investasi besar ini tidak bisa hanya mengandalkan APBN. Kita memerlukan keterlibatan semua pihak termasuk sektor swasta, lembaga keuangan, dan tentu saja mitra pembangunan internasional,” kata Mahfudz.
Dalam konteks tersebut, Mahfudz menekankan pentingnya dukungan media massa untuk membangun pemahaman publik yang benar dan menyeluruh tentang pentingnya agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Ia berharap para jurnalis yang mengikuti workshop dapat menjadi agen perubahan dan mengkomunikasikan aksi-aksi mitigasi dan adaptasi dalam pencegahan perubahan iklim serta menjembatani antara kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat.
“Isu iklim dan kehutanan bukan lagi isu eksklusif kalangan teknis. Ini adalah isu publik, dan media berperan strategis dalam memperluas jangkauan informasi, meningkatkan literasi lingkungan, serta mendorong partisipasi aktif semua elemen bangsa,” ujarnya.
Acara pembukaan ini menjadi awal dari rangkaian workshop dua hari yang diikuti para jurnalis, yang akan mendapatkan pembekalan materi dari para pakar lintas sektor, serta melakukan kunjungan lapangan ke persemaian Rumpin di Bogor untuk melihat implementasi langsung agenda FOLU Net Sink di tingkat tapak.
Tim Redaksi